Telaah Buku Teks_Kelompok 4

 

MAKALAH

KETERBACAAN DAN ANATOMI BUKU TEKS

 

 



 

                                                                        Disusun Oleh :

 Kelompok 4 (4E)

          1. Arista Octavia                   (A310190184)
          2. Miftaqul Janah                 (A310190195)
          3. Tito Gamas Listyanto      (A310190205) 
          4. Laila Fitriana Abbar        (A310190215)

 

 

 

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2021





BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1              Latar Belakang

Buku teks menempati kedudukan yang penting dalam proses pembelajaran, hal ini dikarenakan buku teks merupakan alat yang pokok dalam menyampaikan materi ajar yang termuat dalam kurikulum untuk mencapai tujuan Pendidikan (Kusuma, 2018:14). Buku teks berfungsi untuk mendukung guru dalam proses pembelajaran dan menjadi salah satu sumber pengetahuan bagi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang tersebut guna maksud dan tujuan interaksional, yang diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga menunjang sesuatu program pengajaran (Tarigan dan Djago, 1989:13).

Buku teks biasanya disebut juga sebagai buku paket atau buku pelajaran. Lebih lanjut, Direktorat Pendidikan Menengah Umum (dalam Fatin, 2017:22) menyebutkan bahwa buku teks adalah sekumpulan tulisan yang dibuat secara sistematis yang berisi tentang suatu materi pelajaran tertentu, yang disiapkan oleh pengarangnya dengan menggunakan acuan kurikulum yang berlaku. Substansi yang ada dalam buku diturunkan dari kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Kemudian, menurut Bacon (dalam Sari, 2017:2) buku teks adalah buku yang dirancang untuk penggunaan di kelas dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau para ahli dalam bidang itu dan diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi.

Buku teks atau buku ajar adalah salah satu sarana keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran yang merupakan satu kesatuan unit pembelajaran yang berisi informasi, pembahasan, serta evaluasi (Kusuma, 2018:15). Buku teks memiliki kekuatan yang luar biasa besar terhadap perubahan otak siswa. Oleh karena itu, buku teks dapat memengaruhi pengetahuan anak dan nilai-nilai tertentu. Buku teks merupakan alat pengajaran yang paling banyak digunakan di antara semua alat pelajaran lainnya.

Jadi dapat dikatakan bahwa dalam penyusunan buku teks harus diperhatikan pula unsur-unsur kebahasaan yang berkaitan dengan aspek keterbacaan. Keterbacaan menurut Sulistyorini (dalam Himala, dkk, 2016:445) adalah ukuran yang dilihat dari tingkat kesulitan atau kemudahan teks untuk dipahami siswa. Keterbacaan sendiri merupakan bentuk dari evaluasi buku. Selain itu, buku yang baik juga mempunyai anatomi yang lengkap dan terstruktur dengan jelas dan sederhana. Anatomi buku adalah bagian-bagian dari buku yang mempunyai nama dan fungsi tertentu (Arifin, 2009:103). Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang keterbacaan dan anatomi buku teks.

 

1.2              Rumusan Masalah

1.      Bagaimana definisi dari keterbacaan buku teks?

2.      Bagaimana formula dalam mengukur tingkat keterbacaan suatu teks?

3.      Bagaimana susunan anatomi dalam buku teks?

 

1.3              Tujuan Pembahasan

1.      Mendeskripsikan definisi dari keterbacaan buku teks.

2.      Mengidentifikasi formula dalam mengukur tingkat keterbacaan suatu teks.

3.      Mengidentifikasi susunan anatomi dalam buku teks.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1       Definisi Keterbacaan Buku Teks

Menurut Dale dan Chall (dalam Dewi, 2013:34) keterbacaan (readability) adalah seluruh unsur yang ada dalam teks (termasuk di dalamnya interaksi antarteks) yang berpengaruh terhadap keberhsilan pembaca dalam memahami yang dibacanya pada kecepatan membaca optimal. Sedangkan kata keterbacaan pada KBBI Daring (dalam Huda dan Dini, 2020:52) merupakan perihal mengenai dapat dibacanya sebuah teks secara tepat, mudah dipahami, dan diingat. Suatu teks dapat dikatakan memiliki unsur keterbacaan yang tinggi apabila isi dari teks tersebut mudah untuk dipahami. Begitu pula sebaliknya, apabila suatu teks sulit untuk dipahami isi informasinya berarti teks tersebut mengandung unsur keterbacaan yang rendah.

Selanjutnya, menurut Harjasujana & Mulyati (dalam Huda dan Dini, 2020:52) keterbacaan adalah ukuran mengenai sesuai atau tidaknya suatu bacaan bagi pembaca tertentu yang dilihat dari segi tingkat kesukaran atau kemudahan suatu bacaan. Mc Laughin (Suherli, 2009) menyatakan bahwa kerbacaan berkaitan erat dengan pemahaman pembaca sebab bacaan yang memiliki keterbacaan yang baik akan memiliki daya tarik tersendiri yang memungkinkan pembacanya terus tenggelam dalam bacaan. Menurut Tampubolon (dalam Anih dan Nurhasanah, 2016:184), keterbacaan adalah sesuai tidaknya suatu bacaan bagi pembaca tertentu dilihat dari segi tingkat kesukaraannya. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterbacaan adalah kesesuaian sebuah teks untuk pembaca pada jenjang tertentu. Kesesuaian teks ini terkait dengan sulit tidaknya bacaan tersebut.

Lebih lanjut, Dalman (dalam Fadilah, 2015:32) menunjukkan terdapat tiga aspek keterbacaan yaitu kemudahan, kemenarikan, dan keterpahaman. Kemudahan berkaitan dengan tipografi tulisan, seperti ukuran dan jenis huruf yang digunakan serta lebar spasi antarbaris. Kemudahan dalam membaca teks bacaan yang terkait dengan keterbacaan dapat diukur melalui tingkat kesalahan membaca yang berkorelasi dengan kejelasan tulisan dan keterampilan membaca. Kemenarikan berhubungan dengan minat pembaca, kepadatan ide dalam teks bacaan, dan penilaian estetika gaya tulisan. Keterpahaman adalah tingkat keterbacaan yang berhubungan dengan karakteristik kata dan kalimat, seperti panjang-pendek dan frekuensi penggunaan kata atau kalimat, jumlah kata sulit, bangun kalimat, dan susunan paragraf.

Berdasarkan uraian mengenai definisi keterbacaan yang telah dijelaskan oleh para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa keterbacaan adalah ukuran mengenai sesuai tidaknya sebuah teks, yang pada akhirnya akan menentukan tingkat pemahaman seseorang terhadap buku tersebut. Dengan kata lain suatu bacaan dengan tingkat keterbacaan yang tinggi mampu mempengaruhi pembacanya. Bacaan dengan tingkat keterbacaan  yang tinggi mampu meningkatkan minat baca, minat belajar, serta mampu menambah kecepatan dan efisiensi membaca. Hal ini tentu akan berdampak pada kebiasaan membaca karena pembaca merasa dapat memahami wacana dengan mudah.

 

2.2       Formula dalam Mengukur Tingkat Keterbacaan Buku Teks

Harjasujana & Mulyati (dalam Huda dan Dini, 2020:53) menjelaskan bahwa pengukuran tingkat keterbacaan dapat dilakukan dengan beberapa cara atau formula yang meliputi keterbacaan Dale Chall, keterbacaan Spache, Grafik Fry, dan Cloze Test Procedure atau biasa disebut klose dan tes. Berikut akan diuraikan mengenai masing-masing formula dalam mengukur tingkat keterbacaan suatu teks.

1.      Keterbacaan Dale Chall

Menurut Harjasudjana dan Mulyati (dalam Huda dan Dini, 2020:53) keterbacaan Dale Chall biasa digunakan untuk mengukur keterbacaan bahan bacaan di kelas rendah. Khusus, Dale Chall biasa digunakan untuk mengukur keterbacaan bahan bacaan kelas empat hingga kelas enam. Formula ini memanfaatkan panjang kalimat dan kata-kata sulit dalarn bahan bacaan untuk dijadikan sebagai faktor penentu tingkat kesulitan bacaan.

2.      Keterbacaan Spache

Sama halnya dengan formula Dale Chall, formula keterbacaan Spache digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan bahan bacaan yang ada di kelas rendah. Perbedaannya, terletak pada faktor yang digunakan untuk menentukan keterbacaan bahan bacaan. Pada formula keterbacaan Spache panjang rata-rata kalimat dan persentasi kata-kata sulit menjadi faktor dalam menentukan keterbacaan bahan bacaan.

3.      Grafik Fry

Sulastri (dalam Fatin, 2017:24) mengemukakan bahwa formula Fry merupakan suatu metode pengukuran yang cocok digunakan untuk menentukan tingkat keterbacaan wacana tanpa melibatkan pembacanya serta dapat menentukan  kelayakan sebuah wacana bagi jenjang  tertentu  dilihat dari sudut  keterbacaannya.

Keterbacaan menggunakan formula Grafik Fry ini mengacu pada dua faktor penentu, yaitu panjang pendeknya kata dan tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah (banyak sedikitnya) suku kata yang membentuk setiap kata dalam wacana (Hardjasujana dan Mulyati dalam Huda dan Dini, 2020:53).

Petunjuk penggunaan Grafik Fry di antaranya sebagai berikut:

(1)    memilih penggalan yang dirasa representatif dari wacana yang hendak diukur keterbacaannya dengan cara mengambil 100 buah kata dari wacana yang hendak diukur keterbacaannya;

(2)    menghitung jumlah kalimat dari 100 kata yang telah ditentukan hingga menuju perpuluhan terdekat;

(3)    menghitung jumlah suku kata dari wacana sampel 100 kata yang telah ditentukan sebelumnya;

(4)    memperhatikan Grafik Fry. Apabila kolom menunjukkan grafik tegak lurus maka grafik tersebut menunjukkan jumlah suku kata per seratus kata. Adapun baris mendatar menunjukkan jumlah kalimat per seratus kata dan,

(5)    hasil dari pengukuran keterbacaan melalui Grafik Fry merupakan perkiraan. Sangat dimungkinkan terjadi penyimpangan ke atas atau ke bawah.

4.      Close Test Procedure

Close test procedure merupakan suatu bentuk tes yang berisi isian wacana rumpang dan tidak disertai dengan pilihan jawaban. Langkah-langkah dalam melaksanakan close test procedure, antara lain sebagai berikut:

(1)   memilih wacana yang relatif sempurna yang berarti informasinya tidak bergantung pada bacaan sebelumnya.

(2)   melakukan penghilangan atau pengosongan kata tanpa mempertimbangkan arti atau fungsi dari kata tersebut,

(3)   menggant bagian yang hilang dengan tanda lurus datar,

(4)   memberi satu salinan dari semua bagian yang telah dihasilkan oleh peserta didik;

(5)   menggiatkan peserta didik untuk dapat mengisi bagian yang rumpang, dan

(6)   memberikan waktu yang cukup kepada peserta dodol untuk menyelesaikan tugasnya.

 

2.3       Anatomi Buku Teks

Depdiknas (dalam Huda dan Dini, 2020:54) menjelaskan alasan mengapa guru perlu mengembangkan bahan ajar. Pertama, untuk memenuhi ketersediaan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Hal ini dimaksudkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan dan digunakan harusnya mampu menjawab tantangan dari kurikulum yang berlaku. Kedua, adanya bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik sasaran, artinya bahan ajar yang digunakan sebaiknya dikembangkan sendiri oleh guru dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, mulai dari tingkat perkembangan intelektual hingga kondisi lingkungan di mana peserta didik berada. Ketiga, mampu menyelesaikan permasalahan belajar. Hal ini berarti bahan ajar disusun dan dikembangkan dengan harapan mampu menyelesaikan masalah atau kesulitan dalam belajar.

Dalam mengembangkan sebuah bahan ajar, guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan bahan ajar. Depdiknas (dalam Huda dan Dini, 2020:55) menyatakan bahwa prinsip pengembangan bahan ajar sesuai dengan prinsip-prinsip dalam melaksanakan pembelajaran sebagai berikut.

1.      Mulai dari yang konkret untuk memahami yang abstrak sehingga pembelajaran diawali dengan aktivitas yang mudah untuk memahami yang sulit.

2.      Pengulangan akan memperkuat pemahaman.

3.      Umpan balik positif mampu memberikan penguatan terhadap pemahaman peserta didik.

4.      Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan belajar.

5.      Mencapai tujuan pembelajaran ibarat sedang menaiki tangga setahap demi setahap dilalui akhirnya dapat mencapai ketinggian tertentu yang diinginkan.

6.      Mengetahui hasil belajar yang telah dicapai dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk terus mencapai tujuan.

Menurut Sitepu (dalam Huda dan Dini, 2020:56) anatomi buku merupakan unsur dan bagian pokok yang secara fisik terdapat dalam sebuah buku. Secara anatomis fisik sebuah buku teks terdiri dari atas dua unsur pokok yaitu kulit buku dan isi buku.

1.      Kulit Buku

Kulit buku terdiri atas tiga bagian yang meliputi kulit depan, punggung, dan belakang. Kulit depan pada buku, memuat hal-hal sebagai berikut:

(a)    judul buku;

(b)   subjudul buku (bila ada);

(c)    nama penulis;

(d)   ilustrasi;

(e)    nama penerbit; dan

(f)    logo penerbit.

Sedangkan kulit punggung buku biasanya mencantumkan hal-hal sebagai berikut:

(a)    judul buku;

(b)   subjudul buku (bila ada);

(c)    nama penulis; dan

(d)   logo penerbit.

Adapun bagian kulit belakang buku memuat hal-hal sebagai berikut:

(a)    sinopsis buku;

(b)   pembaca sasaran;

(c)    riwayat singkat dan foto penulis; dan

(d)   bagian nomor ISBN dalam bentuk angka atau barcode.

2.      Bagian Depan Buku

Bagian depan buku biasanya disebut preliminaris memiliki beberapa bagian diantaranya sebagai berikut:

(a)    halaman buku;

(b)   halaman hak cipta/halaman katalog;

(c)    halaman daftar isi; dan

(d)   halaman kata pengantar.

Dalam penulisan nomor halaman pada bagian depan buku ini ditulis dengan angka Romawi kecil.

3.      Bagian Teks Buku

Buku teks merupakan buku pelajaran yang memuat bahan pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik. Bagian teks ini memuat hal-hal sebagai berikut:

(a)    judul bagian;

(b)   halaman kosong;

(c)    judul bab;

(d)   subjudul; dan

(e)    sub-sub judul.

Bagian teks buku pelajaran diberi nomor halaman dengan menggunakan angka Arab  dan dimulai dengan angka 1.

4.      Bagian Belakang Buku

Bagian belakang buku memuat (a) glosarium; (b) daftar pustaka; dan (c) indeks. Glosarium dan indeks digunakan untuk memberikan informasi mengenai istilah atau frasa yang memiliki arti khusus dalam  bidang tertentu dan dipergunakan berulang-ulang di dalam buku.

 

Berbeda dengan Sitepu, Depdiknas (dalam Huda dan Dini, 2020:57) menyatakan bahwa setidaknya bahan ajar memiliki delapan cakupan yang meliputi (a) petunjuk belajar, (b) kompetensi yang akan dicapai, (c) konten atau isi materi pelajaran, (d) informasi pendukung, (e) latiahan-latihan, (f) petunjuk kerja dapat berupa lembar kerja, (g) evaluasi, dan (h) respon atau balikan terhadap hasil evaluasi. Namun demikian, setiap jenis bahan ajar satu akan berbeda cangkupan dengan jenis bahan ajar lainnya.

Selanjutnya, Depdiknas  (dalam Huda dan Dini, 2020:57) menyebutkan bahwa dari delapan cakupan bahan ajar, bahan ajar jenis buku pelajaran memiliki empat cakupan yang meliputi (a) judul, (b) kompetensi dasar, (c) latihan, dan (d) penilaian.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum antonomi fisik buku teks meliputi kulit buku, bagian depan buku, bagian teks buku, dan bagian belakang buku. Adapun cakupan isi, sebuah buku teks harus mencangkup judul, kompetensi dasar (KD) dan materi pokok, latihan, dan evaluasi

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1              Kesimpulan

1.      Keterbacaan adalah ukuran mengenai sesuai atau tidak sesuainya suatu bacaan yang akan mempengaruhi pembaca untuk dapat memahami isi informasi suatu bacaan atau dengan kata lain keterbacaan mempengaruhi keberhasilan seorang pembaca untuk memahami isi suatu bacaan.

2.      Dalam mengukur tingkat keterbacaan dapat dilakukan dengan beberapa cara atau formula yang meliputi keterbacaan Dale Chall, keterbacaan Spache, Grafik Fry, dan Cloze Test Procedure atau biasa disebut klose dan tes.

3.      Secara umum antonomi fisik buku teks meliputi kulit buku, bagian depan buku, bagian teks buku, dan bagian belakang buku. Adapun cakupan isi, sebuah buku teks harus mencangkup judul, kompetensi dasar (KD) dan materi pokok, latihan, dan evaluasi.

 

3.2              Kritik dan Saran

Kami tentunya masih menyadari jika makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anih, Euis dan Nesa Nurhasanah. (2016). “Tingkat Keterbacaan Wacana pada Buku Paket Kurikulum 2013 Kelas 4 Sekolah Dasar Menggunakan Formula Grafik Fry”, Didaktik : Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 1 (2), Juli 2016.

Arifin, Syamsul. (2009). Sukses Menulis Buku Ajar dan Referensi: Teknik dan Strategi Menjadikan Tulisan Anda Layak Diterbitkan. Jakarta: Grasindo.

Dewi, Pande Putu Trisna Kumala. (2013). “Tingkat Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Untuk Siswa Kelas XI IPA 1 SMAN 1 Blahbatuh Melalui Uji Tes Rumpang”, Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Undhiska, 1 (4), 34.

Fadilah, Rohana. (2015). “Buku Teks Bahasa Indonesia SMP dan SMA Kurikulum 2013 Terbitan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan 2014”, Jurnal Pena Indonesia (JPI), 1 (1), 26-49.

Fatin, Idhoofiyatul. (2017). “Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Kelas X Kurikulum 2013 Edisi Revisi 2016 dengan Formula Fry”. Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia, 2 (1), 21-33, Februari 2017.

Huda, Miftakhul, dan Dini Restiyanti Pratiwi. (2020). Kajian Buku Teks Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Himala, Sidra P. T.,  dkk. (2016). “Keterbacaanteks Buku Ajar Berbasisaktivitas pada Materi Ruang Lingkup Biologi Kelas X SMA”, Bioedu : Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi, 5 (3), 445.

Kusuma, Dewi. (2018). “Analisis Keterbacaan Buku Teks Fisika SMK Kelas X”. JPFS: Jurnal Pendidikan Fisika dan Sains, 1 (1), 14-21.

Sari, Vita Ika. (2017). “Tingkat Keterbacaan Buku Teks Bahasa Indonesia Jenjang SMP Menggunakan Teori Fry”, Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI), 2 (3), 2.

Suherli. (2009). Pembelajaran Membaca Berbasis Teks Hasil Pengukuran Keterbacaan. Artikel dalam Blog Asosiasi Pengajar Bahasa Indonesia. Online. http://argumen-apbi.blogspot.co.id/2009/02/pembelajaran-membaca-berbasis-teks.html.

Tarigan, Henry Guntur, dan Djago Tarigan. (1989). Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.


Comments